Ruang Baca
Ruang Baca Leona Night menghadirkan kumpulan novel gratis dalam bentuk mini series dan one-shot story karya orisinal Leona Night. Setiap kisah ditulis dengan sentuhan khas dunia romansa gelap dan spiritualitas yang menjadi ciri khas penulis.Seluruh karya di halaman ini dilindungi hak cipta. Mohon untuk tidak menyalin, menyebarkan, atau memplagiasi isi cerita dalam bentuk apa pun.Temukan dunia yang memadukan cinta, luka, dan penebusan melalui narasi yang memikat — dan biarkan dirimu larut dalam setiap kata.Happy reading! 🌹
THE VOID
Chapter 1. The Anatomy of Emptiness


The Confident Counselor
Lampu jalanan masih menyala temaram di kiri dan kanan jalanan berbatu kota Edinburgh. Hujan semalam membuat suhu pagi ini menjadi begitu dingin, ditambah lagi kabut tebal masih pekat menyelimuti menara Gothic yang menjulang tinggi seolah ingin menyembunyikan icon Edinburgh itu dari cahaya mentari yang enggan bersinar.
Seorang pria tampak keluar dari Royal Terrace Apartment no 19 yang berlokasi di Regent Road Edinburgh. Royal Terrace terletak di sisi timur Calton Hill, bagian dari kawasan New Town yang tenang dan bergengsi. Deretan bangunan batu abu-abu dengan jendela tinggi — dulunya townhouse, kini menjadi apartemen bergengsi untuk profesional kelas atas. Mobil fordnya terparkir di tepi jalan berbatu tepat di depan pintu masuk apartemen. Dia adalah Dr. Gareth Pembroke,Ph.D. Seorang Clinical Psychologist & Marriage Counselor dari Star & Haven Counseling – Emotional Recovery Practice.
Dari gelarnya yang mentereng, siapapun tahu bahwa dia adalah profesional dibidang konsultasi perkawinan yang cukup punya nama di Edinburgh. Beberapa menit sebelumnya dia memandang dari jendela apartemennya ke arah bukit Calton Hill, Monumen Nelson dan pendar lampu kota di pagi hari. Semuanya masih tampak sunyi dan lengang. Namun hal itu tidak mengurungkan niatnya untuk segera meninggalkan rumahnya yang hangat.
Dia jauh lebih senang segera mengawali hari pergi meninggalkan apartemennya menuju tempat prakteknya yang ada di 3 Jeffrey Close, off Cockburn Street, Old Town, Edinburgh. Disana dia bersama beberapa rekannya mendirikan klinik Konsultasi pernikahan Star & Haven Counseling sebuah klinik yang berfokus pada Emotional Recovery Practice.
Jeffrey Close adalah gang sempit yang berada di antara Cockburn Street dan Market Street, tidak jauh dari Waverley Station. Gedungnya tampak tua dari luar — batu gelap, jendela kecil — dengan interior modern minimalis, seolah memisahkan dunia luar yang kusam dengan tempat penyembuhan psikis.
Di lantai dua, tampak plakat logam kecil bertuliskan Star & Haven Counseling — Marriage & Emotional Recovery Practice. Dari dalam jendela kantornya terlihat atap-atap tua kota, menara St Giles Cathedral, dan kabut tipis yang menelan sinar pagi.
Masih sekitar dua jam lagi dia harus menemui Klien pertamanya hari itu. Begitu sampai di kantornya dia segera menyalakan ketel pemanas air untuk membuat teh Twinning kesukaannya. Sebenarnya tadi Isobel ( istri Gareth) sudah membuatkan teh itu di rumah. Tapi dia tidak selera untuk menikmati teh panas itu di sana. Dia lebih suka membuat sendiri di kantornya sambil membaca koran dan makan makanan ringan yang tersedia. Rasanya lebih damai. Entahlah mengapa di rumahnya sendiri dia merasa tidak menemukan kedamaian. Padahal istrinya yang pendiam selalu setia melayani setiap pagi.
Tanpa terasa dua jam pun berlalu, baru saja dia meletakkan koran yang dibacanya, ketika receptionist nya, Darel, seorang wanita irlandia berperawakan kecil, mengatakan bahwa pasangan William dan Rose yang sudah janji temu telah datang. Dia segera merapikan dasi dan jasnya lalu meminta Darel mempersilahkan pasangan itu masuk.
“Selamat pagi, silahkan duduk,” kata Gareth sambil memandang pasangan muda itu dengan penuh senyum.
Kedua pasangan itu pun duduk dan setelah berbasa basi sebentar, mereka mulai menceritakan tentang masalah mereka. William sebagai suami mengakui bahwa dia pernah berselingkuh. Namun dia masih sangat mencintai Rose istrinya dan tidak ingin berpisah. Untuk itu dia ingin mereka berdua menjalani sesi konseling untuk mengungkap masalah diantara mereka.
Setelah mendengar curahan hati keduanya, Gareth tersenyum dan berkata, “Perselingkuhan hanyalah pilihan, bukan takdir. Semua bisa disembuhkan jika logika digunakan.”
Mendengar hal itu Rose sang istri menangis sambil mengusap air matanya. Semantara William sang suami mengelus punggung istrinya penuh kasih sayang dan penyesalan.
“Saya ingin mengakhiri kebiasaan buruk itu Tuan Gareth. Saya menyesal telah menyakiti hati istri dan anak anak saya. Anda tahu bukan anak adalah permata dalam hidup perkawinan. Apakah anda punya anak tuan Gareth?”
Pertanyaan William itu seperti menampar kesadaran Gareth yang kemudian dengan sedikit gugup menjawab, “ Saya tidak perlu punya anak untuk tahu makna semua kata kata anda tadi William. Kamu hanya perlu segera menyadari, bahwa perselingkuhan tidak ada yang kebetulan. Itu adalah pilihan sadar. Sehingga jika kau merasa bahwa hal itu menyakitkan bagi orang orang yang kau cintai, maka saatnya tiba kau mulai harus berpikir lebih rasional.”
“Anda benar Tuan Gareth, dan saya akan melakukan semua yang anda sarankan tadi,” ujar William dengan nada penuh keyakinan.
Sementara Rose yang berhenti menangis berkata, “ Saya sadar suami saya berselingkuh bukan tanpa sebab. Seperti kata anda tadi, kesalahan yang William lakukan bisa jadi pemicunya ada pada sikap dan perilaku saya. Saya akan mencoba mengevaluasi diri dan menata kehidupan kami lebih baik.”
Pasangan muda itu pun saling pandang satu sama lain dengan senyum penuh kesadaran dan cinta. Setelah berbasa basi seperlunya sesi konsul pun berakhir dan keduanya meninggalkan kantor Gareth dengan langkah ringan dan senyum bahagia. Gareth merasa puas dan bangga atas hasil kerjanya. Dia merasa berhasil memberikan pemahaman pada kedua anak muda tadi tentang pentingnya mengevaluasi diri dalam sebuah masalah perkawinan.
*****
Mirror Room
Segera setelah pasangan itu meninggalkan ruang Konsultasi, Gareth membuka buku catatannya dan menuliskan setiap saran dan petunjuk yang tadi dia berikan pasangan itu. Dia menuliskan detail kasus yang sedang ditanganinya, alasan mengapa itu terjadi dan sesi konsul yang akan dia lakukan bersama mereka. Namun tak seperti biasanya, dia merasa begitu kosong. Dia tidak sesemangat biasanya. Serasa ada sesuatu yang mengusik ketenangannya.
Pertanyaan William, tentang perasaan menjadi seorang ayah, tiba tiba mengusik kedamaian batinnya. Yah, pernikahannya dengan Isobel yang berjalan hampir dua dasawarsa memang tidak dihiasai tawa dan tangis anak anak. Namun itu adalah kesepakatan bersama. Dia dan Isobel sudah sejak awal berikrar untuk melakukan Childfree Marriage. Hal ini semula timbul karena kondisi pekerjaan Gareth yang sangat menyita waktu dan hampir jarang di rumah, ditambah lagi kemampuan dia di awal pernikahan untuk mensupport kehidupan keluarga masih jauh dari layak.
Namun sekarang ketika masing masing dari mereka beranjak tua, Gareth merasakan adanya ruang hampa (Void) yang tidak pernah bisa terisi oleh apapun. Bahkan oleh sebanyak apapun uang yang dia bawa pulang. Kesepian yang mencekam, rutinitas yang membosankan dan bahkan sudah hampir lima tahun dia tidak pernah mengajak Isobel berlibur untuk sekedar menikmati waktu bersama.
Dia menatap dirinya dalam cermin dan bergumam, “ Lihat dirimu Gareth, kau tidak lagi muda. Namun hidupmu hanya berputar antara Jeffrey Close dan Regent Road.”
Tidak ada hal lain yang dia lakukan selain kerja dan pulang ke rumah, lalu kerja lagi dan pulang ke rumah. Seandainya semua uang yang diperoleh dari pekerjaannya itu dikumpulkan, mungkin dia sudah tidak perlu bekerja lagi karena begitu sedikitnya kebutuhan harian mereka dibanding uang yang dia peroleh.
Sebuah kalimat tanya muncul dalam benaknya, “Untuk apa hidup dan pekerjaanku ini?”
Namun dia segera menepisnya dan berkata pada bayangan dirinya sendiri yang terpantul di cermin,” Kau punya segalanya, apartemen mewah, mobil, istri yang cantik dan pekerjaan yang mapan. Kau tidak butuh apa apa lagi.”
Lalu dia memutar musik klasik kesukaannya yang mengalun pelan dan lembut. Sedemikian pelan dan lembut hingga di satu titik dia merasa musik itu terlalu sempurna dan sunyi.
*****
Journey Home
Matahari mulai perlahan tenggelam menyisakan semburat merah samar di langit Edinburgh. Kegelapan yang dingin tak lama lagi akan segera datang menutup pemandangan keindahan kota. Gareth bergegas masuk ke dalam mobilnya yang akan membawa dia kembali ke apartemen dan ke pelukan hangat Isobel istri yang sudah menemaninya selama hampir dua dasawarsa.
Begitu masuk mobil, dia tidak lagi memutar musik klasik sebagai teman perjalanan seperti biasanya. Melainkan dia memutar suaranya sendiri yang direkam saat melakukan sesi konseling dengan berbagai klien. Gareth memang punya kegemaran mendengarkan suaranya sendiri, karena baginya hal itu menumbuhkan rasa percaya diri, semangat dan Validasi sebagai konselor perkawinan yang paling terkenal saat ini.
Dia sama sekali tidak peduli dengan pandangan atau pendapat orang lain mengenai dirinya. Satu satunya hal yang menjadi fokusnya adalah bahwa dia punya nama besar dan pengaruh setidaknya di Edinburgh sebagai orang yang bijak, konselor yang berhasil menyelamatkan ratusan bahkan ribuan pernikahan selama karirnya sebagai konsultan perkawinan.
Sesekali dia melihat pantulan dirinya di spion depan dan tersenyum kagum. Bagaimana tidak, lelaki seperti dirinya yang berasal dari kalangan biasa di lingkungan masyarakat Edinburgh, tahu tahu bisa merangsek naik sebagai doktor psikologi yang paling disegani sekaligus praktisi Psikologi Klinis dengan Fokus Marital Consultation yang punya begitu banyak klien bahkan daftarnya begitu panjang hingga terbooking sampai 2 - 3 bulan ke depan.
Sungguh dia merasa layak mengagumi dirinya sendiri dan percaya bahwa dia adalah laki laki sempurna yang paling tahu dan mampu menghadapi pasangan dan berbagai persoalan perkawinan. Terbukti pernikahannya dengan Isobel baik baik saja walaupun mereka tidak memiliki seorang anak pun. Baginya hal tersebut adalah bukti nyata bahwa dia adalah master dalam menjalani kehidupan perkawinan yang menurut banyak orang jauh dari ideal.
Ketika dia asyik mengagumi dirinya sendiri, tiba tiba ponselnya bergetar. Pesan masuk dari istrinya Isobel.
“Apakah kau sudah makan atau makan diluar?”
Gareth membalas pesan itu dengan singkat padat dan jelas, “ Ya sudah.”
Padahal sejatinya dia belum makan apapun. Entahlah dia malas untuk makan malam ini. Namun jauh didalam lubuk hatinya dia tidak bisa menjawab, apakah dia malas makan karena sedang tidak ingin makan apapun atau karena enggan duduk berdua dengan istrinya dan menikmati kebersamaan.
Entahlah, sambil menghembuskan nafas panjang, dia melaju mobilnya menyibak pekatnya malam yang mulai turun. Dalam hatinya timbul sebuah bisikan yang susah untuk dibantahnya. Bahwa rumah baginya saat ini lebih pas sebagai alamat saja dan bukan tempat untuknya pulang serta melabuhkan tubuh dan hatinya.
*****
Chapter 2 Chapter 5
Chapter 3 Chapter 6
Chapter 4
