Uncertain Love

Chapter 1 . Cinta Seputih Salju

Leona Night

11/27/20255 min read

Clara Johansson’S POV

Pagi itu dengan rasa malas yang masih menguasai badan, aku seorang Executive secretary sebuah perusahaan penanaman Modal yang berpusat di New York City , mencoba untuk bangun dari tidur nyenyak ku. Samar aku ingat pesta semalam, yang diselenggarakan dalam rangka peluncuran produk telekomunikasi terbaru yang dibiayai oleh tempatku bekerja. Pesta itu diadakan oleh, Edward Bennett, pemilik perusahaan sekaligus CEO dari Bennet Global Investment. Dia adalah atasan, sekaligus pria yang sudah menjadi kekasih ku setidaknya selama 5 tahun belakangan ini. Dengan kata lain bisa dibilang aku lah kekasih rahasianya.

Semalam, setelah pesta gila itu, Edward menggendongku pulang dan menidurkanku di kasur mewah ini. Lalu seperti pada umumnya sekretaris merangkap kekasih, tugas ku yang semula hanya melayani urusan pekerjaan, berubah menjadi melayani kebutuhan dan hasrat liar Edward. Aku sama sekali tidak keberatan. Karena selain Edward tampan,masih single, di usianya yang matang menginjak 40 tahun, dia juga menyatakan cintanya padaku dan mendeklarasikan hubungan kami selayaknya hubungan cinta sepasang kekasih. Kami pun sudah menjalaninya selama kurun waktu lima tahun.

Menjadi kekasih dari seorang CEO perusahaan besar seperti Edward, sebenarnya sangat menyenangkan. Jabatan cepat meroket, kemewahan dalam genggaman dan kemudahan akses dalam segala hal. Hidup mewah di New York adalah dambaan setiap manusia pekerja. Tidak ada satupun orang di kota besar ini yang tidak menginginkan apa yang aku dapatkan dari posisi sebagai kekasih Edward.

Saat ini aku berada di sebuah apartemen mewah yang terletak di salah satu tower kenamaan kota New York. Apartemen ini pun penuh dengan barang Lux yang menunjang aktivitasku. Tempat tidur Versace super besar, Walking Closet yang penuh dengan baju baju dari butik kenamaan di Paris prancis, lemari khusus tempat menyimpan semua koleksi sepatu dan tas Hermesku. Ada juga dapur canggih dan mewah, serta kamar mandi dengan jacuzzi dan bathup yang hanya bisa dinikmati orang berduit.

Awal hubunganku dengan Edward, aku merasa sangat tersanjung dengan semua kemewahan dan uang berlimpah di rekening yang dia berikan padaku. Bagaimana tidak, aku hanyalah gadis desa yang berasal dari pedesaan Swedia. Kota kelahiranku hanyalah sebuah distrik kecil dengan nama Ljusdal, yang jika tidak melihat peta atau Google map maka nama tempat itu pasti tidak akan ada yang mengenalinya. Beda dengan New York, Washington, Paris, London dan masih banyak lagi kota kota masyhur lainnya. Kemewahan dan kelimpahan uang ini tidak pernah ku rasakan sejak kecil.

Berkat hubunganku dengan Edward, aku masuk bagian kalangan sosialita kelas atas New York yang sangat disegani dan dihormati. Namun disaat bersamaan, jauh dilubuk hatiku, aku merindukan kehangatan keluarga. Sudah hampir 10 tahun, aku meninggalkan kedua orang tua dan saudaraku. Tidak pernah sekalipun aku pulang dan melewatkan liburan, baik itu natal maupun tahun baru bersama mereka. Aku selalu tenggelam dalam pesta kalangan jetset yang tidak ada akhirnya. Sekarang, di tahun ke lima inilah puncak dari segalanya. Aku rindu kehangatan keluargaku. Aku rindu senyum lembut ibuku, belaian lembut ayah juga derai tawa kedua saudara laki laki ku. Tak terasa air mataku menetes, membasahi bantal. Aku rindu ingin pulang.

Pulang ke tempat asalku, dan berlibur bersama keluarga bukanlah sebuah acara yang ada pada daftar kegiatan akhir tahunku bersama Edward. Biasanya Edward akan mengajakku berlibur ke Paris, keliling dunia dengan privat jetnya atau menikmati balon udara di Cappadocia.

Tempat tempat romantis mana yang tidak pernah aku kunjungi? Villa dan rumah mewah mana yang tidak pernah aku tempati ketika bersama Edward. Semuanya sudah. Pendek kata aku memperoleh semua kenikmatan duniawi yang bisa dibayangkan manusia modern. Hanya satu hal yang sepertinya tidak akan pernah Edward berikan padaku. Pernikahan.

Kata kata “Kapan kita Nikah” seperti sebuah remote yang sanggup merubah mood Edward dari Ceria dan penuh senyum menjadi muram dan marah marah. Aku hafal betul apa yang bisa merusak mood Edward. Jika ingin suasana kebersamaan dengan Edward rusak, mudah saja, tanyakan saja dia akan menikahiku, makan dapat dipastikan dia akan segera pergi meninggalkanku sendiri terkurung di apartemen mewah ini.

Seperti peristiwa kemarin malam. Setelah percintaan yang panas dan menggebu, setelah kami sama sama mencapai puncak pelepasan hasrat yang kami inginkan. Dengan bersandar pada dadanya yang bidang dan penuh bulu, aku berkata soal kepastian hubungan dan perkawinan.

“Edward,” ujarku manja

“Hemm”,balasnya dengan suara dalam dan berat

“Aku merasa kesepian tiap kali kau pulang meninggalkanku sendiri di sini. Aku ingin kau selalu ada bersamaku. Aku ingin menyandang gelar sebagai nyonya Edward Bennet, dan aku ingin membawamu pulang ke ljusdal dan mengenalkanmu pada kedua orangtuaku.”

Seperti sudah kuduga, dengan nada jengkel dia langsung bangkit dan mendengus kesal lalu mengenakan bajunya.

“Berapa kali sudah kukatakan padamu Clara. Aku belum bisa menikahimu untuk tahun tahun ini. Aku masih harus mengerjakan banyak hal. Kemewahan yang aku berikan ini ada harganya dan tidak datang begitu saja,” teriaknya dengan nada tinggi.

“Sampai kapan Edward? Sampai kapan? Tahun lalu kau berkata setelah proyek mu di Dubai selesai, kau akan menikahiku. Namun mana buktinya, zonk bukan? Dua tahun lalu saat kita berlibur di Paris kau katakan akan menikahiku jika Proyekmu disana gol dan berjalan lancar. Nyatanya? Aku sudah lelah dengan janji janjimu. Aku sudah lima tahun menanti kepastian hubungan kita Edward,”

Edward menghampiriku lalu mencium keningku seraya berkata,” Sabarlah Lollipop (nama panggilan manjaku), ada saatnya nanti kau akan resmi menjadi Nyonya Edward Bennett, tapi bukan sekarang,”

“Lalu kapan Edward, kapan? Aku ini bukan pelacur bayaran yang bisa kau sewa dan kau kunjungi saat butuh,”

Edward langsung menatapku tajam dan berkata dengan nada tegas,” Siapa yang mengatakan kau adalah pelacur bayaran? Siapa?”

“Orang orang itu. Kolega kita, teman teman bisnismu dan juga teman teman kerjaku. Mereka selalu kasak kusuk di belakang ku dan mengatai aku wanita simpanan,”

“ Ah! Mereka lagi yang kau sebut. Ingat Clara, tidak ada teman dalam lingkaran kita. Tidak ada sahabat. No! ingat itu. Yang ada hanya mangsa. Jika mereka adalah orang orang yang tidak layak dimangsa, maka mereka hanyalah sekumpulan Hyena yang akan memakan sisa sisa buruan kita.”

“Kau mungkin bisa begitu, tapi aku tidak. Kau tetap dihargai dan dihormati oleh mereka, tapi tidak denganku Edward,”

“Sudahlah Honey, kau terlalu banyak alkohol malam ini. Tidurlah, besok aku akan menelponmu,”

Dan seperti biasanya dia segera pergi dan keluar dari unit apartemen mewah ini tanpa menoleh kebelakang sedikitpun. Aku sudah sangat hafal.

Pagi ini aku memandang ke luar jendela kamar. Aku melihat pemandangan kota New York dari atas balkon. Tidak aku pedulikan angin dingin bulan November yang menusuk kulit dan tulangku yang hanya terbalut kain satin sutra tipis milik rumah mode Dior. Sebatang rokok kunyalakan dan kuhisap dalam dalam lalu ku hembuskan perlahan. Aroma tembakau dan cengkeh yang kuat, menghantam kepalaku dan menyisakan sensasi melayang diudara yang selalu aku suka.

Tak berapa lama aku mendengar dering ponselku yang tergeletak di meja dekat tempat tidurku. Bergegas aku masuk dan meraihnya. Ternyata Helena Stevenson teman karibku yang menghubungi.

“ Clara, aku meluncur ke apartemenmu. Ada beberapa hal penting yang kau perlu tahu. Dalam lima menit aku sudah sampai di sana. Tolong buka akses ke lift pribadimu, Ok?”

“Hal penting apa yang ingin kau sampaikan sepagi ini Helena?” ujarku menjawab telephonenya.

“Soal Edward. Sudahlah tunggu aku,” ujarnya.

KLIK, dia mematikan ponselnya. Pasti saat ini dia sedang mengendarai sendiri Porsche nya. Aku merasa sedikit tidak enak dan panik. Bergegas aku mandi dan mempersiapkan diri. Setidaknya aku ingin tampak rapi di depan Helena. Namun benakku dipenuhi pertanyaan tentang apa yang akan di sampaikan padaku terkait Edward.

*****